Uang Elektronik Bantu Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi

EKBIS25 views
(dari kiri ke kanan)
Miftah Fauzi Asisten Direktur Pusat Program Transformasi dan Elektronifikasi dan Keuangan Inklusif Bank Indonesia sedang memaparkan terkait kebijakan uang elektronik, Deputi Direktur Pengawas I Kantor Regional 2 Jawa Barat Sabil, Ketua ISEI Kota Bandung Aldrin Herwany, Ketua ISEI Kota Tasikmalaya Prof. Kartawan dalam kegiatan seminar nasional Percepatan Pertumbuhan Perekonomian Melalui Pemanfaatkan Electronic Money (e-money), di Hotel City, Sabtu (21/11/201). | ASTRI PUSPITASARI/”KP”

TASIKMALAYA, (KAPOL)-.

Gerakan non tunai tidak sekadar unggul dari sisi praktis, akses, transparansi, bahkan keamanan. Namun juga berdampak langsung pada akselerasi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Hal ini ditegaskan Miftah Fauzi, Asisten Direktur Pusat Program Transformasi dan Elektronifikasi dan Keuangan Inklusif Bank Indonesia Pusat, bahwasannya ada sebuah korelasi yang positif pada pertumbuhan ekonomi dan transaksi elektronik.

Berdasarkan salah satu survei, dia menyebutkan jika Indonesia yang persentasi transaksi tunainya 99,40% di tahun 2013 hanya mampu mendapatkan GDP per kapita 3.499 USD, sedangkan negara tetangga yakni Singapura yang non tunainya telah mencapai angka 45% bisa meraup kapita lebih besar sebesar 54,776 USD.

“Artinya memang ketika transisi tunai ke elektronik, segala aktivitas transaksi menjadi lebih efisiensi, banyak cost yang kemudian bisa kita pangkas. Sehingga berujung pada kapabilitas pendapatan yang lebih optimal, dan ini tentu membantu peningkatan angka pertumbuhan ekonomi,” jelas analis senior BI kepada “KP”, yang dijumpai seusai kegiatan seminar nasional yang digelar ISEI Kota Tasikmalaya dan Program MM Unsil, di Hotel City, Sabtu (21/11/2015). Untuk di tahun 2024, bahkan pihaknya mengatakan BI menargetkan GDP empat kali digit, tak lain juga ditopang dengan prediksi masifnya pengunaan elektronik ini.

Pun dengan, menciptakan sebuah ekosistem elektronifikasi ini menjadi salah satu strategi kebijakan dari Bank Indonesia dalam menggenjot penggunaan non tunai secara menyeluruh. Miftah menjelaskan, jika ransaksi non tunai tidak sebatas orang ke orang (P2P), ataupun orang ke bisnis (P2B). Namun, kini pihaknya mendorong pengintegrasian ini juga berlaku dari pemerintah ke bisnis (G2B), bisnis ke bisnis (B2B), bisnis ke pemerintah (B2G), pemerintah ke masyarakat(G2P), juga masyarakat ke pemerintah (P2G).

“Sekarang ini sebetulnya sedang berjalan, seperti baru saja diberlakukan di wilayah Banten di pemerintah dari gaji, pajak, pendapatan daerah lainnya, sampai tol itu sudah langsung melalui elektronik. Kami juga terus berupaya membantu pemerintah dalam petakan mana transaksi tunai ini yang bisa dikonversi ke non tunai,” ujarnya. Ekosistem non tunai semakin menjanjikan untuk tahun ke depan. Apalagi, jika mengingat tingginya angka penetrasi telepon seluler di tanah air yang mencapai 313 juta pengguna. Ditambah juga, angka generasi milenial yang tinggi saat ini menjadi potensi lainnya.

Sedangkan, Deputi Direktur Pengawas I Kantor Regional 2 Jawa Barat Sabil, mengatakan uang elektronik di Indonesia masih begitu potensial untuk dikembangkan. “Rata-rata pertumbuhan belanja non tunai itu paling besar di emoney sekitar 48% sejak 2009-2014, untik ATM saja di angka 26%, dan kredit 13%, ditambah fakta 64% di kita masih belum terkoneksi sektor keuangan, tentu ini peluang,” ujarnya. Di menyebut uang elektronik sebagai alternatif alat pembayaran non tunai juga mampu menjangkau masyarakat yang selama ini belum terakses perbankan.

“Emoney ini juga dana murah, karena cost bank bisa ditekan. Malah nanti bisa berujung bunga kredit yang makin rendah, karena di emoney sendiri kan tidak ada semacam itu,” tambah dia.

Ketua ISEI Kota Bandung Aldrin Herwany mengungkap jika emoney semakin gencar digunakan di negara maju. Dengan mengarahnya Indonesia ke sana pun, mengindikasi kemajuan negara ini yang tentu harus didukung seluruh pihak. “Kami berharap sinergi BI dan OJK dalam hal ini ya mengawal pembangunan ekonomi, salah satunya transaksi elektronik,” ujarnya.

Aldrin prediksi dengan terbangunnya infrastrukut akan sejalan dengan kesempatan uang elekronik ini. “Sekarang di beberapa kota besar, untuk transportasi umum, tol sudah pakai emoney, terbangunnya infrastruktur di daerah lain kami harapkan bisa juga menggeliatkan. Apalagi kalau dalam satu kartu misalnya mencakup seluruhnya seperti di Malaysia, dari kartu identitas, pembayaran, tarik tunai, dan lainnya,” kata dia.

Hanya saja, perlu diperhatikan masalah keterbatasan merchant yang selama ini menjadi kendala. Khususnya untuk penggunaan di daerah. “Jangan sampai, orang udah pakai jadi keburu malas, karena outletnya ga suitable,” ucapnya. (Astri Puspitasari)***

Komentar