GARUT, (KAPOL).- Bagi warga yang tinggal di kawasan pelosok, keberadaan jembatan sangat dirasakan manfaatnya. Apalagi jika jembatan tersebut merupakan satu-satunya akses jalan yang bisa digunakan agar dapat beraktivitas.
Seperti yang dirasakan warga Desa Campakasari, Kecamatan Cibalong, khususnya yang tinggal di Kampung Parakan Tiga.
Untuk dapat beraktivitas, selama ini mereka hanya mengandalkan sebuah jembatan gantung.
Namun karena kondisi jembatan gantung yang berada di atas Sungai Cikaengan tersebut kini dalam kondisi rusak berat, aktivitas warga pun menjadi sangat terganggu.
Merekapun berharap agar pemerintah segera turun tangan memperbaikinya supaya warga bisa kembali beraktivitas dengan normal.
“Selama ini aktivitas warga sangat tergantung pada jembatan gantung yang berlokasi di kawasan Kampung Parakan Tiga RT 03 RW 03. Jembatan itu satu-satunya akses yang bisa digunakan untuk beraktivitas,” ujar Sandi (27), warga yang juga Tenaga Kesejahteraan Kecamatan (TKSK) Cibalong.
Letak perkampungan warga itu, tutur Sandi, berbatasan langsung dengan wilayah Kecamatan Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya. Dua wilayah ini hanya dipisahkan oleh sebuah sungai yang panjangnya mencapai puluhan meter.
Berdasarkan hasil pendataan yang dilakukannya, tambah Sandi, ada 987 warga Kampung Parakan Tiga yang sangat tergantung pada jembatan gantung tersebut.
Bukan hanya mereka yang hendak beraktivitas mencari nafkah, tak sedikit pula anak-anak sekolah yang juga menggunakan jembatan sebagai akses jalan utama untuk mencapai sekolahnya.
Dikatakannya, pada saat kondisinya masih bagus, jembatan gantung itu bisa dilalui dengan kendaraan roda dua atau sepeda motor. Hal ini tentu sangat mempermudah warga yang ingin beraktivitas karena bisa menyingkat waktu dan menekan biaya transportasi.
Namun saat ini kondisi jembatan gantung tersebut sudah mengalami kerusakan parah. Akibatnya, bukan hanya tidak bisa dilalui kendaraan roda dua, digunakan untuk berjalan kaki pun sulit.
“Namun karena jembatan itu merupakan akses jalan utama, warga pun terpaksa tetap menggunakannya meskipun harus menanggung resiko tinggi karena bisa membahayakan keselamatan,” katanya.
Dijelaskan Sandi, beberapa bagian lantai jembatan yang terbuat dari bambu kini sudah tidak ada sehingga banyak bagian lantai yang bolong.
Meski masih ada warga yang tetap menggunakan jembatan ini untuk menyebrang, akan tetapi tak sedikit pula mereka yang lebih memilih langsung turun ke sungai untuk menyebrang.
“Karena takut jatuh dari jembatan, ada juga warga terutama anak-anak sekolah yang memilih turun langsung ke sungai untuk menyebrang. Namun apabila air sungai sedang besar, terpaksa anak-anak pun memilih menyebrang dengan cara melintasi jembatan,” ucap Sandi.
(Aep Hendy S)***