Warga Terdampak Leuwi Keris Hadang Rombongan Menteri PUPR

PERISTIWA25 views

CINEAM, (KAPOL).- Rombongan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, berkunjung ke mega proyek bendungan Leuwi Keris Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Selasa (16/1/2018).

Rombongan yang sengaja berkunjung ke proyek bendungan tersebut, setelah memisahkan dengan rombongan dalam rangkaian kegiatan kunjungan kerja bersama Presiden RI Joko Widodo di Banjar dan Kabupaten Ciamis menuju Tasikmalaya.

Kunjungan menteri PUPR Basuki Hadimulyono, semula berjalan normal, akan tetapi usai melakukan kunjungan dan hendak kembali bergabung dengan rombongan Presiden RI, rombongan menteri PUPR dihadang puluhan warga terdampak bendungan Leuwi keris.

Mereka sengaja mencegat iring-iringan kendaraan dan menuntut menteri memberikan waktu sebentar untuk komunikasi.

Akan tetapi, petugas jaga tidak memberikan kesempatan itu dan warga mendesaknya sehingga menteri memberikan kesempatan dan warga terdamoak bisa berdialog sebentar kemudian memberikan surat pernyataan tuntutan warga terdampak dan kronologis.

Bahkan, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy yang mendampingi rombongan menteri kaget dan sempat panik melihat puluhan warga yang secara mendadak menghadang kendaraan rombongan.

Meski keamanan dikawasan tersebut sudah cukup namun warga terdampak berhasil menemui menteri PUPR dan memberikan surat pernyataan sikap warga terdampak.

“Forum Leuwi keris berhasil menghadang menteri PUPR saat keluar dari lokasi proyek Leuwi keris. Surat yang berisi kronologis dan tuntutan dari warga terdampak langsung diterima oleh menteri. Dan pihak BBWS yang beriringan dengan rombongan menteri terlihat panik saat mengetahui bahwa forum berhasil menghadang dan memberikan surat secara langsung ke menteri,” ujar Ketua Forum Leuwi Keris Evi Hilman, usai menghadang rombongan, Selasa (16/1/2018).

Pihaknya, lanjut Evi, sudah mempertanyakan kejelasan harga yang menjadi hak warga tersebut selama 11 bulan lebih. Bahkan pihaknya sengaja menggelar aksi ke Istana Negara untuk menyampaikan aspirasi kepada Presiden Joko Widodo.

“Kami meminta kepada Presiden agar Pemerintah Daerah, BBWS, BPN dan Appraisal untuk secepatnya menunjukan dokumen harga ganti rugi itu kepada warga. Jangan terus menutupinya, sehingga disinyalir ada kongkalikong dalam pembebasan tanah tersebut. Sampai kapanpun kami sebagai warga terdampak akan menuntut keadilan sebelum ada kejelasan,” katanya.

Selain itu, petani penggarap Desa Ancol yang mengelola tanah di kawasan Leuwikweris juga merasa kesal. Masalahnya, kata Evi, mereka kini tidak memiliki penghasilan.

Lahan garapan yang biasa dikerjakannya dan menjadi pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-harinya itu telah tiada. Akan tetapi pihak pengusaha maupun Pemerintah seakan menutup mata dengan nasib mereka. Bahkan tidak memberikan ganti rugi tanaman yang sudah ditanam para petani penggarap secara swadaya tersebut.

“Kondisi semakin memprihatinkan ketika kebutuhan bahan pokok semakin mahal dan petani penggarap tidak bisa bekerja dan tidak memiliki penghasilan,” ujarnya

Sementara Menteri PUPR Basuki Hadimuljono usai menerima surat pernyataan sikap tersebut hanya menjawab dengan singkat bahwa pihaknya insya Allah akan ditindaklanjuti. Setelah itu kendaraan rombongan kembali melaju ke luar dari lokasi proyek bendungan Leuwi Keris.

Sementara menurut salah seorang warga terdampak H Ukin (75) dirinya merasa dirugikan oleh pihak pemerintah dengan memberikan harga tanah yang sangat rendah.

Pasalnya seluas lebih kurang 1100 meter persegi tanah miliknya itu tepat disamping jalan raya Provinsi Manonjaya-Banjar. Tanah tersebut hanya diganti dengan harga Rp 61.000 rupiah per meter pesegi.

Padahal tanah warga Desa Handap Herang yang masuk ke Kabupaten Ciamis dan posisinya berada di pedalaman justru lebih mahal yakni Rp 151.000 rupiah per meter persegi.

Sedangkan diungkapkan petani penggarap, Nami (44) wilayah garapannya di Kampung Panaekan menjadi satu-satunya pekerjaan yang bisa menutupi kebutuhan keluarganya.

Namun saat ini dirinya tidak memiliki pekerjaan tetap dan hanya buruh tani serabutan. Dirinya berharap bisa diberikan ganti rugi tanaman yang pernah ditanamanya untuk modal membeli bibit dan mencari lahan garapan. (Erwin RW)***