Warga Terdampak, Patok Tanah Proyek Bendungan Leuwi Keris

PERISTIWA21 views

CINEAM, (KAPOL).- Ratusan warga terdampak pembangunan bendungan Leuwi Keris di Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya, kembali berunjukrasa, Jumat (22/8/2017). Warga memasang puluhan patok yang bertuliskan masing-masing pemilik tanah di jalur masuk ke lokasi proyek. Selain memasang patok warga juga menghalangi akses masuk tersebut dengan batang pohon kelapa dan batang pohon kayu albasiah. Sehingga kendaraan operasional tidak bisa masuk ke lokasi proyek.

Ratusan warga desa Ancol tersebut melakukan aksi mematok lokasi bendungan sebagai bentuk kekesalan warga yang sudah hampir 1 tahun diombang-ambing tidak ada kejelasan. Warga yang emosi juga sempat bersitegang dengan petugas proyek. Karena masa memblokade jalan menuju lokasi pembangunan bendungan Leuwi Keris dengan batang pohon gelondongan, akar pohon besar, batu besar hingga bambu panjang digunakan untuk menutup akses masuk tersebut. Sehingga aktifitas proyek terganggu dan bisa dikatakan lumpuh.

Dengan aksi mematok tanah dengan tulisan tanah masih milik warga. Masa dari warga masih beranggapan tanah yang dijadikan proyek bendungan ini masih miliknya. Karena pihak BBWS tidak pernah memberikan dokumen atau kwitansi asli dari pihak pemerintah pusat.

“Ini tetap aksi seperti tujuh bulan lalu, kita tuntut dokumen-dokoumen jual beli tanah ini. Sebab secara dejure masih tanah masyarakat mungkin faktanya mungkin milik pemerintah, tapi secara dejure masih milik masyarakat. Sebab dalam jual beli atau ganti rugi tanah, warga pemilik tanah tidak diberi bukti kwitansi. Sebelum pemerintah memberikan  dokumen akan terus dipatok,” kata Korlap Aksi, Evi Hilman, di lokasi proyek, Jumat (21/9/2017).

Menurutnya, warga akan terus menjaga patok-patok yang telah dipasang di sepanjang pintu akses masuk proyek dan hampir seluruh akses masuk dipasangi patok. Warga juga memasang tenda dan menggelar aksi menginap agar patok tersebut tidak dicabuti oleh petugas proyek maupun aparat kepolisian. Hal ini dilakukan warga untuk meminta dokumen jual beli atau ganti rugi tanah diberikan kepada warga. 

Massa aksi sempat bersitegang dengan aparat kepolisian yang datang ke lokasi. Bahkan petugas tidak bisa berbuat banyak karena masa yang emosi dan sulit dikendalikan. Namun petugas tetap berjaga dengan senjata lengkap guna mengantisipasi aksi anarkis. Pekerja proyek juga memilih berdiam diri dalam kantor khawatir jadi sasaran kemarahan warga.

Aksi masa ini adalah aksi lanjutan yang sebelumnya aksi sudah dilakukan di berbagai tempat, dari mulai aksi di lokasi, ke DPRD Kabupaten Tasikmalaya, aksi ke kantor BPN bahkan hingga menginap di halaman kantor hingga 3 hari bahkan beberapa kali aksi di lokasi proyek juga melaporkan dugaan ada pennyelewengan anggaran dilaporkan ke Polda Jawa Barat. Namun tetap saja setelah dilakukan mediasi pihak pemerintah maupun BBWS dan BPN tidak mau menunjukan dokumen jual beli atau ganti rugi yang diminta warga.

Asal terjadinya gelombang aksi dari ketimpangan ganti rugi alih fungsi tanah warga untuk proyek pembangunan. Masyarakat desa Ancol hanya mendapat ganti rugi Rp  61.000 rupiah permeter, sedangkan ciamis mendapatkan Rp 151.000 permeter.

Sementara salah satu warga terdampak, Anwar mengaku, dirinya sangat kecewa dengan pihak pemerintah yang tidak peduli kepada warganya. Dirinya menginginkan agar pemerintah maupun pihak BBWS segera membayarkan uang haknya. Selain itu, pihaknya menginginkan dokumen diperlihatkan jika tidak dikasihkan samasekali. Jangan sampai ada kebohongan. Adapun baru dibayar hanya setengahnya belum semuanya.”Kita tujuh bulan aksi gak ada tanggapan. Saya kecewa sama Presiden RI Joko Widodo,” katanya. (Erwin RW)***