BANJAR, (KAPOL).- Wacana usulan penghapusan pendidikan agama di sekolah langsung mencuat ke publik.
Seiring diusulkannya oleh Darmono terhadap pemerintah belum lama ini.
Usulan itu langsung menuai kritik. Seperti ditegaskan Ketua Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia (HMPI) Bidang Keagamaan, Fadhly Azhar, Rabu (10/7/2019).
Fadhly Azhar berharap, Pemerintah tidak perlu menanggapi usulan tersebut.
Pasalnya, usulan tersebut tidak ramah dalam lingkungan awam yang tidak paham.
Menurut Fadhly, yang merangkap jabatan Ketua Bidang Kajian Strategis Gerakan Nasionalis Kebangsaan Rakyat Indonesia (GNKRI), pendidikan Agama jangan dijadikan alasan.
Karena, terjadinya anti kohesi sosial dalam menguatnya radikalisasi-sektarian di ruang publik virtual maupun kehidupan sehari-hari.
Lebih lanjut Sekretaris Yayasan Institut Parahikmah ini mengatakan, perlu diperhatikan dalam fenomena anti kohesi sosial dalam penguatan superioritas golongan, adalah perangkat tenaga pendidik, standar isi dan struktur kurikulum yang juga sangat radikalis-sektarian.
Makanya, dikatakan dia, perlu ada standar kompetensi moderasi agama dalam penentuan perangkat tenaga pendidik, standar isi bahkan struktur kurikulumnya, agar menciptakan instrumentalisasi pendidikan agama yang tobat golongan alias moderat.
“Pendidikan Agama merupakan medium terkuat dalam pembentukan Kearifan dan hikmat Kebijaksanaan dalam proses berbangsa, bernegara dalam kehidupan kewarganegaraan,” tuturnya.
Menurutnya, bagi yang tidak memahami agama adalah suatu entitas yang tidak kacau dan bahkan solid sebagai medium internalisasi kebijaksanaan dan kearifan, maka dia tidak perlu menghakimi agama sebagai biang terhadap munculya anti kohesi sosial.
Dijelaskan, di Iran, Wilayatul Faqih menjadi spirit agama dalam pembentukan kebijaksanaan dan kearifan. Sehingga muncul Falsafatuna dan Iqtishaduna.
“Kalau Einstein mengatakan agama tanpa ilmu adalah lumpuh, sedangkan ilmu tanpa agama adalah buta, maka saya perlu menambahkan bahwa ilmu dan agama tanpa hikmah adalah sekedar ornamen,” katanya.
Berlatar itu, dikatakan dia, setiap pendidikan agama harus memiliki spirit kebijaksanaan dalam penyusunan pembentukan perangkat dan penyusunan instrumentalisasinya. (D.Iwan)***