Cibay Asal Panglayungan Terbang Hingga Brunei

EKBIS43 views

TASIKMALAYA, (KAPOL)-.
Banyaknya bermunculan pemain baru di bisnis kuliner, telah menjadi bukti jika lini satu ini memiliki peluang yang prosepektif nan menjanjikan. Sayangnya, seakan hanya mengikuti cuaca di luaran sana, produknya pun cepat muncul, sekaligus hilang ketika trennya sudah melempem.

Namun, ada yang berbeda, dari salah satu pengusaha Kota Tasikmalaya yang telah menekuni usaha jajanan tradisional selama tiga tahun belakangan. Adalah Deni Purwanto bersama istri, Euis, yang mengusung Creative ‘n Culinary 315 sebagai upaya mengangkat camilan murah meriah tapi bisa digemari seluruh kalangan ini.

Di tangan keduanya, camilan cibay, yang sempat booming dan beberapa waktu ini banyak dikeluhkan mengalami penurunan, justru sebaliknya. Mereka mampu konsiten mempertahankan. Karena konsistensinya itu juga, bahkan makanan satu ini telah mendarat ke berbagai belahan provinsi.

“Kalau di Jabodetabek dan Jabar sih sudah hampir seluruhnya masuk, Jateng, Jatim, Sumatera, Kalimantan juga. Kemarin baru saja dibawa oleh-oleh untuk ke Brunei, responnya memang luar biasa,” tutur Euis yang dijumpai di lokasi produksi dekat kantor lama HU Kabar Priangan, di Perum Bumi Resik Panglayungan (BRP), Rabu (14/10/2015).

Namun Euis juga, tidak mengelak, jika di dunia usaha kuliner, tren seringkali menjadi patokan serius untuk menjajakan produk di pasaran. Dirinya juga mengaku tidak mengenyahkan hal tersebut, namun lebih penting menurut wanita berjilbab tersebut, mesti memiliki suatu ciri khas dan mampu mempertahankannya.

“Sah-sah saja, sekarang misal lagi booming cibay. Lalu semua jual, tapi ya itu tadi, kita harus punya ciri khas dan konsiten menjaganya. Karena konsumen sekarang sudah sangat selektif juga,” lanjut Deni.

Atas dasar itu, ketimbang mesti menginovasikan produk cibaynya dengan beragam rasa dan isian. Keduanya memilih untuk menciptakan produk inovatif lainnya, misalnya cirket (cireng keroket) dan huget (tahu nugget). Namun, karena cibay memiliki jangka waktu relatif lebih lama, produk satu ini lebih dipilih untuk digenjot perjualan ke luar kota, semenjak satu tahun belakangan.

“Kalau kami di dua tahun berjalan, waktu itu sudah bukan lagi menyasar pasar di Tasik, justru di luar kota yang masih belum terjamah dengan uniknya cibay. Tapi tantangannya memang kami sampai harus membeli mesin vakum, untuk bisa mendukung penjualan,” tambah dia.

Kini, dalam sehari tak kurang dari 1200 buah rata-rata diproduksi. Demi menjaga kualitas kesegaran produk, mereka juga mengaku tidak pernah menyimpan stok dan memilih produksi dadakan tiap harinya. Selain, penjualan eceran, reseller, dan online, cibay ini diakui dia masuk hingga cafe di Banjar dan Pangandaran, bahkan juga di resepsi nikah. Di Tasikmalaya, dalam bantu pemasaran produk mereka menerapkan konsep bisnis humanis, yang berbeda dari kemitraan dan sejenisnya.

Meski tengah berkembang pesat, misal di Ciamis yang dalam sehari bisa menghabiskan 500 buah ini, sayangnya Deni mengaku hingga kini masih menunggu program pembuatan PIRT untuk legalitas produknya.

“Dulu sempat mengurus, tapi katanya itu belum ada program. Jadi sekarang, masih nunggu saja ada programnya supaya mudahlah. Legalitas ini mulai kami pikirkan penting, karena misal kemarin saja ke Brunei itu bagus respon, tapi kendalanya kami belum ada,” ujarnya. Namun, dia mengatakan jika telah terverifikasi dari Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya untuk kategori Tempat Pengelola Makanan Terdata dan Terbina UPTD Panglayungan. (Astri Puspitasari)***

Komentar