Gugatan Ganti Rugi Lahan Bendung Leuwi Keris

HUKUM96 views

TAWANG, (KAPOL).- Mega proyek Bendungan Leuwi Keris di Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya terus menyisakan permasalahan pembebasan lahan ganti rugi yang tidak kunjung selesai.

Selain permasalahan terhadap nilai ganti rugi lahan proyek milik warga Desa Ancol yang terus menuai protes warga terdampak.

Selain bermasalah dengan warga terdampak proyek nasional itu kembali menuai masalah lahan ganti rugi tidak hanya diajukan oleh warga terdampak.

Tapi juga oleh perusahaan perkebunan karet swasta, PT Wira Cakra.

Pihak PT Wira Cakra merasa di rugikan dengan tidak dibayarkannya ganti rugi lahan.

Pihak perusahaan melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Tasikmalaya.

Perusahaan tersebut menuntut ganti rugi lahan seluas 315.700 meter persegi yang tidak diberikan ganti rugi oleh pemerintah.

Majelis Hakim yang diketuai Abdi Aziz, Dalam putusan sela di Pengadilan Negeri Tasikmalaya, Senin (5/3/2018) menyatakan, pihak Pengadilan Negeri Tasikmalaya berwenang menyidangkan kasus tersebut.

Karena, berkaitan dengan perkara perdata bukan adminsitrasi. “Dengan demikian sidang bisa dilanjutkan pada tahap berikutnya,” ujarnya.

Dikatakan Aziz, persidangan bisa dilanjutkan setelah pada sidang -sidang sebelumnya ada sejumlah fakta yang perlu dibuktikan lagi.

Diantaranya, lanjut Aziz, adalah pernyataan pihak appraisal selaku penentu harga ganti rugi, bahwa nilai ganti rugi yang mereka tetapkan didapat dari pihak BPN.

Padahal seharusnya penilaian besaran ganti rugi tersebut dilakukan oleh appraisal.

Sementara kuasa Hukum PT Wira Cakra, Winarno mengungkapkan, lahan perkebunan karet PT Wira Cakra yang tergusur sekitar 1 juta meter persegi.

Namun sekitar 315.700 meter diantaranya tidak dinilai. “Sisanya diberi ganti rugi dengan harga antara Rp 8.000- Rp 13.000 per meter persegi.

Dalam sidang terungkap bahwa appraisal malah mendapatkan harga dari BPN,” katanya seusai sidang gugatan tersebut.

Sedangkan menurut Koordinator warga terdampak proyek bendungan Leuwi Keris, Evi Hilman, adanya pengakuan pihak appraisal bahwa harga didapat dari BPN, menjadikan ada  harapan bagi warga terdampak untuk mendapatkan ganti rugi yang layak.

Sebab, diduga bisa saja penilaian ganti rugi lahan warga terdampak itu tidak dinilai oleh appraisal akan tetapi oleh BPN.

Diduga, ada permainan harga dan tekanan kepada para pemilik lahan yang dialih fungsikan untuk bendungan.

“Dengan adanya temuan penentuan harga ganti rugi untuk lahan PT Wira Cakra yakni penentuan harga bukan oleh appraisal tetapi diduga oleh BPN. Ini bisa jadi kekuatan bagi kami untuk menuntut hak terdampak yang didzolimi,” katanya.

Ia akan menelusuri lebih jauh apakah penilaian lahan ganti rugi warga terdampak juga seperti yang menimpa perusahaan PT Wira Cakra.

“Jelas ini ada dugaan permainan BPN dan appraisal,” katanya. (Erwin RW)***