Perda Pendidikan, Tekan Kasus Keterlibatan Perempuan dan Anak

KOTA TASIK32 views

TASIKMALAYA, (KAPOL).- Ketua Komisi 4 DPRD Kabupaten Tasikmalaya, H. Ami Fahmi menilai persoalan yang saat ini terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, yakni kasus yang melibatkan perempuan dan anak.

Persoalan tersebut, menurutnya bisa ditangkal dengan munculnya Peraturan Daerah tentang Pendidikan Dasar.

Karena, kata dia, semua persoalan tersebut berawal dari sejauh mana moral mereka.

Bahkan, persoalan itu, bisa dikatakan akibat “kegagalan” pendidikan karakter.

“Kita prihatin dengan berbagai kasus yang melibatkan perempuan dan anak di Kabupaten Tasikmalaya. Namun, kita jangan hanya terpaku dalam penanganannya saja, tapi harus dicari juga akar masalahnya,” kata Ami kepada “KAPOL” di ruang kerjanya, Senin (12/3/2018).

Menurutnya, usulan Perda tentang Pendidikan Dasar yang menjadi inisiasi Komisi 4 dan kini masih dalam pembahasan didalamnya tidak hanya terfokus terhadap proses pendidikan saja.

Bahkan, Perda Pendidikan itu tidak bertentangan dengan sistem pendidikan yang ada saat ini, namun hanya pola pendidikannya saja yang ditambah.

Adapun berkaitan dengan pendidikan dasar, karena dianggap suatu pendidikan yang sangat penting dalam membentuk karakter anak, baik itu di pendidikan formal, non formal maupun informal.

Artinya, jangan beranggapan bahwa pendidikan dasar itu jenjang pendidikan awal selama 9 tahun pertama anak masuk sekolah.

Namun, sebuah pola pendidikan yang mampu mengintegrasikan antara pendidikan formal, non formal dan informal.

Selain itu, bagaimana cara orang tua atau masyarakat mampu menerapkan pendidikan kepada naknya.

Hal ini karena keberhasilan pendidikan tidak bisa hanya diukur oleh kemampuan anak didik atau penguasaan materi.

Namun, selain penguasaan materi namun dalam penyelenggaraan pendidikan juga harus mampu membentuk karakter anak sehingga bisa bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.

“Nah dalam Perda itu, nantinya akan memuat sejumlah poin penting dalam pola pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya. Dimana yang menjadi tanggung jawab dan kewenangan Pemkab Tasikmalaya, hak dan kewajiban peserta didik dan masyarakat. Selain itu mengatur juga tentang peran satuan pendidikan serta stakeholder pendidikan,” tuturnya.

Poin pentingnya lagi, dalam peraturan nanti tidak hanya mengatur pendidikan yang berada di bawah dinas saja.

Namun mencangkup juga pendidikan di pondok pesantren, madrasah dan pendidikan lainnya yang bersifat formal maupun non formal.

Serta tak kalah pentingnya, pendidikan informal atau pendidikan bersifat kemasyarakatan dan budaya sebagai muatan lokal.

Semuanya akan diintegrasikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan peserta didik, khususnya karakternya.

Selain itu, bisa saja dinas untuk melakukan tes psikologi bagi siswa, misalnya di kelas V dan kelas VIII.

Hal ini agar guru maupun orang tua mengetahui psikologis anak menjelang Ujian Nasional. Karena nantinya, ada tindak lanjut dari hasil tes tersebut.

Karena tujuan peraturan pendidikan itu, salah satunya untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar serta moralitas anak dalam pendidikan, sehingga anak memiliki karakteristik.

Selain itu, mampu mengintegrasikan antara pendidikan formal dengan pendidikan non formal sehingga bisa berkesinambungan.

Dengan demikian, diharapkan pendidikan bisa berkualitas dan mampu menghindarkan anak dari kegiatan-kegiatan negatif.

Antara penyelenggara pendidikan, keluarga dan sektoral lain dikuatkan.

“Saya contohkan, hari ini di Kabupaten Tasikmalaya ada sebanyak 29.000 anak tidak sekolah agama atau pendidikan non formal, selain pendidikan formalnya,” kata dia.

Hal itu bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya kasus dan dengan tidak sekolah agama maka membuka ruang anak untuk melakukan kegiatan negatif. (Ema Rohima)***