GARUT, (KAPOL).- Sekjen Garut Governance Watch, Yuda Ferdinal, menyebutkan arah pembangunan Kabupaten Garut dikemas dalam rumusan visi RPJMD 2014-2019.
Visi tersebut yaitu mewujudkan Kabupaten Garut yang bermartabat, nyaman, dan sejahtera.
Dikatakan Yuda, untuk mewujudkan visi tersebut, Pemkab Garut pun menetapkan empat misi.
Pertama, meningkatkan tata kelola pelayanan pendidikan dan kesehatan berkualitas, terjangkau, dan prima.
Kedua, mewujudkan kemandirian ekonomi masyarakat berbasis potensi lokal.
“Misi ketiga adalah mewujudkan kualitas infrastruktur yang memadai serta lingkungan. Sedangkan yang keempat tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang profesional, amanah,” ujar Yuda, Selasa (13/3/2018).
Pada misi ketiga RPJMD Amazing, tuturnya adalah amazing pembangunan infrastruktur misalnya, pembangunan jalan baru dan jembatan.
Namun dalam misi ketiga Kabupaten Garut tersebut, GGW menduga kuat ada indikasi persekongkolan atau kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh oknum ASN dalam beberapa pekerjaan kontruksi di Kabupaten Garut tahun anggaran 2017.
Yuda mencontohkan, pembangunan pembangunan ruas jalan di wilayah utara dan selatan dengan nilai dikisaran Rp 2 sampai Rp 10 miliar.
Dimana dalam beberapa kegiatan pekerjaan kontruksi tersbut, diduga ada keterlibatan oknum ASN yang menggunakan kewenanganya untuk meloloskan perusahaan-perusahaan tertentu sehingga perusahaan tersebut memenangkan paket pekerjaan.
“Dalam proses lelang, ada perusahaan yang dinyatakan sebagai pemenang. Padahal perusahaan tersebut pernah tidak lolos untuk pekerjaan sejenis pada paket pekerjaan lainnya karena tidak memenuhi persyaratan,” katanya.
Diungkapkan Yuda, misalnya persyaratan harus memiliki pegawai tetap dan harus memiliki peralatan/kendaraan milik perusahaan sendiri minimal 80 persen.
Namun berdasarkan hasil temuan GGW, perusahaan tersebut tidak memiliki peralatan yang lengkap untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.
Yuda menerangkan, fakta yang terjadi di lapangan kendaraan/alat yang digunakan adalah kendaraan milik salah satu dinas dan milik perusahaan keluarga.
Meskipun perusahaan tersebut bukan sebagai mitra kerja sama operasi (KSO) atau subkon karena dalam pekerjaan proyek tersebut tidak ada pekerjaan yang disubkontrakan.
“Selain itu kami juga menemukan ada penambahan anggaran untuk pembangunan gedung di suatu intansi vertikal. Dimana terdapat perbedaan nilai anggaran didalam APBD/DPA dengan nilai hasil lelang yang tercantum dalam DPA dan di dalam pagu APBD Garut Tahun 2017,” ucap Yuda.
Masih menurutnya, untuk pembanguna gedung tersebut adalah senilai Rp 300 juta sedangkan dalam lelang mencapai Rp 750 juta. Hal tersebut merupakan proses penganggaran yang tidak wajar.
Maka dari itu, tambahnya, GGW memandang perlu adanya pemeriksaan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang, seperti BPK, APH dan lain sebagainya terhadap semua proyek pekerjaan infrastruktur yang nilainya diatas Rp 2 Miliar.
Karena dari unsur dugaan kolusi dan nepotisme hasil temuan GGW tersebut bisa menimbulkan kerugian negara.
“Selain itu kami juga memandang perlunya peningkatan pengawasan yang dilakukan oleh DPRD terhadap kegiatan-kegiatan tersebut,” kata Yuda.(Aep Hendy S)***