CIPATUJAH, (KAPOL).-Alat pendeteksi gelombang tsunami yang berada di pesisir pantai selatan Kabupaten Tasikmalaya kini dalam kondisi tidak berfungsi. Hal itu akibat rusak dimakan usia serta minim perawatan.
Padahal alat yang disebut Buoy Tsunami tersebut hanya ada satu-satunya yang ditempatkan di sekitar Pantai Sindangkerta Kecamatan Cipatujah.
Kepala Pelaksana Badan Penanggupangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tasikmalaya, Wawan Ridwan Effendy, mengatakan, alat pendeteksi tsunami yang dipasang di sekitar Pantai Sindangkerta Kecamatan Cipatujah tersebut memang sudah lama tidak berfungsi. Padahal alat itu dinilai sangat penting untuk memperingatkan warga pesisir pantai selatan akan kondisi darurat.
“Sebenarnya hal ini dikeluhkan warga. Sebab mereka khawatir jika terjadi gempa besar maka akan sulit mendeteksi kedatangan tsunami. Apalagi seperti kita ketahui, jika pantai Cipatujah hingga Pangandaran pernah dilanda bencana tsunami pada tahun 2006 lalu,” terang Wawan, kemarin.
Selama ini, dikatakan Wawan, warga hanya mengandalkan deteksi tsunami dengan cara manual. Yaitu dengan cara melihat air laut apakah surut atau tidak, beberapa saat pasca terjadinya gempa bumi. Akan tetapi, guna melihat karakteristrik surutnya air laut akibat gejala tsunami atau situasi alam normal, menurutnya susah juga.
Oleh karenanya, pihak BPBD Kabupaten Tasikmalaya segera mengusulkan penggantian atau perbaikan alat deteksi tsunami yang tidak berfungsi ini ke pemerintah pusat.
Hal ini bertepatan dengan momen Ekpedisi Desa Tangguh Bencana (Destana) Tsunami yang digelar BNPB sepanjang pesisir pantai selatan Jawa Barat. Pada Senin (24/8/2019) rombongan ekpedisi melaksanakan kegiatan di Pantai Sindangkerta Cipatujah.
“Jadi pada kesempatan itu akan kita disampaikan soal permohonan bantuan alat tersebut. Sebab kita sangat membutuhkannya, terlebih pantai selatan menyimpan potensi besar terjadinya tsunami besar,” ujar Wawan.
Dia menambahkan, selain matinya alat pendeteksi tsunami, rambu-rambu petunjuk arah evakuasi pun sudah banyak yang lapuk bahkan hilang. Padahal sebelumnya rambu-rambu itu dipasang di tepi jalan sepanjang bentangan pantai dengan jarak tertentu.
“Maklumlah sudah rusak dimakan usia. Sebab dulu dipasang pasca tsunami 2006. Mesti diperbaharui lagi, karena sebagai petunjuk arah evakusi ke tempat aman,” papar Wawan.
Tidak berfungsi alat pendeteksi tsunami dan minimnya rambu edukasi evakuasi ini disayangkan oleh masyarakat di pesisir pantai Cipatujah.
Salah satunya Aang (40) menilai jika alat pendeteksi tsunami sangat penting untuk mengingatkan warga pesisir saat terjadinya gempa. Sebab jika hanya memanfaatkan pandangan mata jelas-jelas tak efektif, apalagi bila waktu malam hari yang gelap gulita.
“Sangat mendesak adanya alat pendetiksi tsunami di lepas pantai, karena bagitu rawannya pantai selatan Jawa ini,” ujar dia. (Aris Mohamad F)***