TASIKMALAYA, (KAPOL).-Tak banyak diingat oleh masyarakat dunia khususnya Tasikmalaya, bahwa besok, 5 April 37 tahun silam merupakan saat yang sangat bersejarah bagi gunung kebanggaan Jawa Barat yakni Gunung Galunggung di era modern.
Ya, saat itu gunung yang semula tertidur pulas sejak tahun 1918 yang merupakan letusan ketiga kalinya itu tiba-tiba terbangung. Untuk diketahui, berdasarkan wikipedia Gunung Galunggung, gunung tersebut tercatat pernah melutus empat kali, yakni pada tahun 1822 berikutnya tahun 1894 dan meletus lagi pada tahun 1918 dan terakhir pada tahun 1982.
Saat letusan pada tahun 1982, warga di sekitar kawasan gunung yang menjadi saksi hidup dari bagian sejarah itu panik. Gempa, gemuruh, sambaran petir serta pijaran lava pun terlihat jelas di puncak Gunung Galunggung pada 4 April 1982 malam hari. Hingga pada akhirnya 5 April 1982 pagi-pagi, gunung itu benar-benar terbangun setelah 64 tahun tertidur pulas.
Lantas, bagaimana kondisi Gunung Galunggung di abad melenial ini. Berdasarkan penuturan staf di Pos Pengamat Gunung Galunggung PVMBG (Pusat Vulkanologi Mitigas dan Bencana Geologi) yang berkantor di Kampung Pasir Ipis Desa/Kecamatan Padakembang Kabupaten Tasikmalaya Yudi Juhara, Rabu, (3/4/2019) saat ditemui “KP” di kantornya menyebut, status Gunung Galunggung masih dalam level satu yakni aktif normal.
“Aktif artinya gunung tersebut merupakan gunung berapi yang masih aktif. Sementara disebut normal, berdasarkan pengamatan dari alat pendeteksi kegempaan yakni seismograf dan alat penunjang lainnya seperti GPS, ADM, Leveling dan data tiltmeter data logger dalam kondisi normal,”ucap Yudi.
Untuk diketahui, tiltmeter merupakan alat pengukur deformasi gunung yang berfungsi untuk mendeteksi pengembungan atau pengempisan tubuh sebuah gunung. Tiltmeter juga digunakan untuk mengukur kemiringan pada suatu struktur di permukaan. Alat ini dapat dipakai untuk memonitor pergerakan magma pada gunung api yang dapat mengakibatkan deformasi di permukaan akibat desakan magma.
Ditanya sejak tahun 1982 hingga saat ini apakah Gunung Galunggung pernah “terbangun”, Yudi menjelaskan, berdasarkan pendeteksi alat, Gunung Galunggung pernah menunjukan aktivitasnya pada tahun 2012 lalu.
Saat itu kegempaan vulkanik ada peningkatan, air kawah mengeluarkan gelembung dan buih serta ada perubahan warga pada air danau hingga tim ahli dari PVMBG meningkatkan status Gunung Galunggung pada 14 Pebruari 2012 lalu pada level dua yakni waspada. Namun selang beberapa pekan kemudian, aktivitas Gunung Galunggung menurun dan “tertidur pulas” lagi hingga saat ini, Rabu, (3/4/2019).
“Sejak tahun 2012 lalu hingga saat ini, kegempaan yang terpantau di siesmograf lebih banyak gempa tektonik bukan vulkanik. Dan air kawah tanpa normal, suhu pun tak terjadi peningkatan. Alhamdulillah, Raksasa dari Kabupaten Tasik ini rupanya sedang tidur pulas,”kata Yudi menegaskan.
Berpotensi Meletus
Namun demikian mengingat Gunung Galunggung ini merupakan gunung berapi yang aktif, sehingga pada suatu saat nanti aktivitasnya bakal meningkat dan masih sangat berpotensi meletus. Untuk memantau pergerakan tersebut, ia bersama staf Pos Pengamatan Gunung Galunggung siang malam “mencrongan” alat pendeteksi aktivitas gunung. Bahkan dalam satu bulan sekali, pihaknya rutin memeriksa kondisi alat tersebut.
Agar tak terjadi korban jiwa saat Gunung Galunggung meletus, Yudi sangat berharap kepada warga, alat-alat pendeteksi aktivitas gunung berupa seismometer yang dipasang di lima titik, yakni Hutan Pasir Bentang Sukaratu, Pasir Malang Cisayong, Malaganti Sariwangi dan Parentas Kecamatan Cigalontang dan di sekitar kawasan kawah tidak diganggu apalagi di rusak.
“Karena jika alat tersebut rusak, maka kami tidak bisa memantau aktivitas gunung Galunggung, dan sudah dipastikan ratusan atau bahkan ribuan nyawa umat manusia bakal terancam keselamatan jiwanya. Karena tercatat dalam sejarah kekuatan Gunung Galunggung saat meletus, khususnya tahun 1982 sangat dahsyat,”harapnya.(Teguh Arifianto)***