SALOPA, (KAPOL).- Akhir-akhir ini Indonesia tengah berduka. Bencana alam datang silih berganti. Mulai dari gempa bumi dan hantaman tsunami di Palu, tsunami di Selat Sunda yang menenggelamkan banyak wilayah di Banten dan Lampung, serta tanah longsor di Sukabumi dan Banjir Bandang di Kabupaten Tasikmalaya beberapa waktu lalu. Berbagai musibah itu menelan korban jiwa yang tak sedikit, dan kerusakan material yang tak terhitung
Merespon kondisi itu, Gerakan Balad Mengaji (GBM) di Priangan Timur berkumpul dan menggelar dzikir dan istigosah di Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haur Koneng Salopa Kahupaten Tasikmalaya, Sabtu (5/1/2019). Kegiatan itu dikemas dengan tema dzikir dan istigosah untuk keselamatan Bangsa Indonesia.
Koordinator GMB Kabupaten Tasikmalaya, Ajengan Aa Fuad Mukhlis menuturkan sebagai umat beragama, kita meyakini bahwa musibah yang silih berganti itu merupakan ujian hidup yang harus dilewati. Bukan keluh kesah yang dikedepankan, melainkan justru memperkuat ketaqwaan kita kepada Allah swt.
“Musibah dan ujian ini harus kita terima sebagai sebuah dorongan agar kita menyadari kembali hakikat persaudaraan dan pentingnya persatuan kita sebagai umat Islam dan bangsa Indonesia,” kata Aa.
Selain itu, lanjut Aa, dzikir dan istigosah awal tahun ini juga sebagai bentuk lantunan doa bagi Indonesia yang sebentar lagi melaksanakan hajat demokrasi. Aa menuturkan dalam hajat demokrasi yang terpenting adalah menghidupkan kembali semangat persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Sudah terlalu banyak terlontar di tengah-tengah masyarakat kita, ujaran kebencian, fitnah, kebohongan, saling hasut dan saling hujat, yang semata-mata hanya ditujukan untuk membela calon yang dijagokan.ujarnya.
“Masyarakat, termasuk umat Muslim, jadi terpecah belah, berkelompok berhadap-hadapan, terjebak dalam situasi ketegangan sosial yang amat merugikan,” imbuhnya.
Atas dasar pandangan itu, kata Aa, dzikir dan istigosah awal tahun ini dimaksudkan pula untuk membangun kembali kesadaran kolektif kita sebagai umat muslim yang bersatu, sebagai anak bangsa Indonesia yang bersaudara.
“Karena hanya dengan persatuan dan persaudaraan, perjalanan kita sebagai bangsa dapat terarah dengan baik dan mencapai cita-cita kesejahteraan bersama,” pungkasnya.
Selain itu, kata Aa, GBM tidak berhenti hanya pada pelaksanaan istigosah. Gerakan ini akan terus berjalan dengan mengajak masyarakat untuk mendahulukan tabayun, mencari informasi dan keterangan kepada pihak-pihak yang memang memiliki ilmu dan keahlian yang dapat dipertanggungjawabkan.
Secara tradisi, ujarnya, masyarakat kita sesungguhnya memiliki kebiasaan luhur yang perlu dihidupkan kembali, yaitu mengkaji persoalan-persoalan kemasyarakatan di pesantren-pesantren, mengkaji dan mendiskusikan berbagai hal dengan “kyai-kyai kampung”, dengan bahan rujukan yang sahih.
“Di tengah kesimpangsiuran informasi seperti saat ini, sudah sepatutnya tradisi yang baik itu dihidupkan kembali,” pungkasnya. (Imam Mudofar)***