Kasus Dana Hibah, Akankah Sentuh Aktor Intelektual?

KAB. TASIK18 views

SINGAPARNA, (KAPOL).-Mantan Jaksa senior, Harun Al Rasyid, SH, MH berharap penanganan kasus Dana Hibah di Kabupaten Tasikmalaya dilakukan tuntas sampai pada aktor intelektualnya. Dirinya, tak berharap penanganan kasus tersebut seperti kasus mebeuler yang hanya menyered (Alm) Jamaludin dan tiga stafnya saja. Padahal, jika Jaksa dan penyidik mau kasus itu bisa tuntas sampai pada aktor intelektualnya.

“Kasus Dana Hibah ini jangan sampai seperti kasus mebeler, yang hanya sampai kepada mantan Kepala Bagian umun,” kata Harun Alrasyid kepada “KAPOL” Rabu (19/12/2018).

Menurutnya, berkaca pada kasus mebeler, kini membuat masyarakat sudah skeptis dan bersikap sinis setiap usaha pemberantasan korupsi. Karena masyarakat sejauh ini belum melihat contoh yang baik dari para pemimpin pemerintahan dan kelompok elit politik dalam pemberantasan korupsi yang dimulai oleh pemerintah sendiri.

Contoh yang krusial dengan kasat mata, yakni penanganan kasus Dana Hibah pemkab Tasikmalaya. Data yang di share untuk rakyat dari website Pemkab Tasikmalaya yang dikelola oleh DPKAD jumlah penerima dana kurang lebih 1.127 penerima terdiri dari Ormas, Orpol, Penegak Hukum, Polri, Kejaksaan, Pengadilan, Badan Pemilu, Yayasan dan Badan hukum lainya dengan jumlah dana yg dikucurkan kurang lebih Rp 193 Milyar.

Tapi anehnya, yang dicokok oleh Polda Jabar hanya 21 yayasan dengan nilai kerugian keuangan negara Rp 3,9 miliar dan menyeret Sekretaris Daerah, pejabat ASN dan masyarakat sipil. Anehnya lagi, meski terdakwa Sekda menyatakan apa yang dilakukan atas perintah Bupati, tapi Bupati tidak di BAP yang disatukan dalam berkas perkara.

“Pertanyaannya, ini satu kekeliruan atau mungkin kesengajaan untuk berbelitnya prosea hukum. Hal ini yang menyebabkan masyarakat kritis dan sinis kepada pemerintah dalam keseriusan pemberantasan korupsi. Integrited criminal justice systim hanya lip servis dan angan semata. Yang jelas masyarakat sudah pudar kepercayaan kpd pemerintah dlm pemberantasan korupsi,” ucapnya.

Dikatakan dia, seharusnya jaksa dalam sidah harus membuktikan seluruh surat dakwaannya yang disampaikan kepada terdakwa. Bila jaksa tidak bisa membuktikan surat dakwaannya baik dalam materi perkara maupun unsur-unsur dari pasal yang dituduhkan, maka surat dakwaan harus dinyatakan gugur dan perkara di vonis hakim bebas atau Vrijspark atau apabila perkara yang disidangkan ternyata banyak mengandung perkara perdata, maka vonis hakim Onslag Recht Vervolging.

Adapun advokat atau penasehat hukum harus mampu membuktikan bahwa materi surat dakwaan serta unsur-unsur dari pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti. Disini penasehat hukum boleh mengemukakan berbagai pendapat baik menunjuk pada Yusprodensi dalam perkara yang sama maupun pendapat para ahli hukum pidana, serta teori hukum lainnya.

“Sayanya penasehat hukum tidam exepsi terhadap surat dakwaan jaksa, karena dakwaan jaksa eror in persona karena justru aktor intelektualnya dalam Dana Hibah, Bupati Tasikmalaya. Sedangkan terdakwa Sekda dan kawan-kawan hanya sebagai melaksanakan perintah atasan. Kalau Sekda sadar itu perintah salah tapi dilaksanakan, Sekda dan kawan-kawan bisa dijerat Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jounto pasal 56 KUHP,” tutur anggota Asosiasi Advokat Indonesia DPC Bandung tersebut.

Dijelaskan dia, surat dakwaan jaksa obscur libel atau tidak jelas dan tidak terang atau membingungkan. Karena Bupati dalam kasus ini jangankan dijadikan tersangka atau terdakwa, di BAP pun dalam berkas perkara tidak ada.

Lalu darimana JPU menyatakan dalam Surat dakwaanya bahwa itu atas Perintah Bupati, karena surat dakwaan itu dari hasil pendalaman berkas perkara dan alat bukti. Dalam hal ini, penasehat hukum terdakwa terlalu mengandalkan Bupati akan diminta untuk dihadirkan dalam sidang berikutnya.

Pertanyaannga, apakah penasehat hukum yakin Bupati bisa hadir dalam sidang berikutnya? Bagaimana kalau Bupati beralasan pergi ke luar kota atau luar negeri atau ada panggilan lain dari Jakarta dan alasan lainnya, sehingga tetap tidak hadir dalam sidang. Selanjutnya, apa bisa penasehat hukum tanpa perintah hakim untuk mrmbawa paksa Bupati ke depan sidang?

“Noncent its imposible. Jadilah penegak hukum yan mampu menegakan keadilan sesuai dengan rasa keadilan msyarakat.
Keadilan itu untuk manusia sebagai pemilik kedaulatan hukum,” ungkapnya. (Ema Rohima)***