SINGAPARNA, (KAPOL).-Penanganan kasus korupsi Dana Hibah Kabupaten Tasikmalaya masih belum banyak terbongkar. Hal tersebut menyebabkan terus mendapatkan sorotan, karena terdapat kekeliruan dari pihak penyidik dan kejaksaan dalam proses penanganannya. Bahkan, patut dicurigai terjadi koorporasi.
“Ini suatu kekeliruan yang fatal baik oleh Penyidik maupun oleh JPU. Karena dalam berkas perkara Dana Hibah tersebut tidak ada BAP Bupati Tasikmalaya. Padahal ada keterangan bahwa Bupati telah menyetujui dan menandatangani pembagian Dana Hibah tersebub dan Bupati menandatangani adanya Perubahan Anggaran untuk Dana Hibah,” kata mantan Jaksa Senior, Harun Al Rasyid, SH, MH kepada “KAPOL” Kamis (20/12/2018).
Menurutnya, hal ini mengakibatkan pihaknya kurang percaya integritas penyidik Jaksa dan pengacara dana hibah. Terlebih setelah berkomunikasi dengan salah seorang penasehat hukum terdakwa, dalam perkara Dana Hibah yang menyeret 8 terdakwa di Pengadilan Tipikor Bandung hanya dibuat menjadi 5 berkas perkara dengan dua majelis hakim.
Berkas tersebut diantaranya berkas perkara mantan Sekda inisial AK, berkas perkara Kabag Kesra, berkas perkara ASN lainnya dan berkas perkara 3 orang sipil murni. Para terdakwa pun didakwa oleh PJU dengan dakwaan yang sama.
“Seluruh tersangka dengan didakwa primier pasal 2 ayat 1 Undang Undang No 31 tahun 1999 yang telah diperbaharui dengan UU No 20 tahun 2001 Jounto pasal 12 UU No 20 tahun 2001 tentang suap jounto pasal 56 KUHP,” ucapnya.
Hasil keterangan lainnya, lanjut Harun, dalam berkas perkara Dana Hibah tersebut tidak ada BAP Bupati, tapi ada keterangan bahwa Bupati telah menyetujui dan menandatangani pembagian Dana Hibah tersebut dan Bupati menandatangani adanya Perubahan Anggaran untuk Dana Hibah. Inilah suatu kekeliruan yang fatal baik oleh penyidik maupun oleh JPU.
Pertanyaannya, mengapa penyidik tidak memeriksa Bupati dan diterangkan apa saja peranan Bupati dalam Dana Hibah tersebut? Mengapa Bupati membuat keputusan untuk menambah anggaran Dana Hibah? Apakah kalau Bupati tidak menandatangani Dana Hibah, anggaran tersebut bisa dikeluarkan sebanyak itu dan sampai kepada peneruma?
“Seharusnya penyidik memeriksa Bupati sehingga jelas dan terang modus operandi perkara dana hibah tersebut,” tuturnya.
Dikatakan Harun, seharusnya jika penyidik tidak membuat BAP Bupati dan tidak masuk dalam berkas perkara, maka JPU harus memberikan petunjuk pada penyidik saat berkas perkara yang dikirimkan dari penyidik P16. JPU memberikan petunjuk pada penyidik agar Bupati diperiksa dalam BAP dan dibuat jelas dan terang modus operandi perkara Dana Hibah tersebut.
Ini bukan kekeliruan tapi satu kesalahan cukup fatal, apabila penyidik dan JPU profesional, proporsional dan memiliki Integritas yang tinggi termasuk moral yang tinggi. Selain itu, berkas perkara Dana Hibah tersebut tidak akan amburadul, karena tanpa moral yang tinggi mustahil keadilan hukum bisa ditegakan.
Anehnya lagi, pengacara biasanya dengan sendirinya membaca bahkan mempelajari Berkas Perkara, bahkan di foto Copy. Tapi kenapa pengacara tidak mampu menemukan atau mungkin membiarkan adanya kekurangan dalam Berkas Perkara kemudian dituangkan dalam Surat Dakwaan JPU dan dibacakan dlm sidang.
“Kenapa pengacara diam seribu bahasa tidak mengajukan exepsi terhadap Surat Dakwaan JPU yabg jelas tidak jelas dan tidak terang atau Obscur Libel atau surat dakwaan JPU tidak memenuhi yang diamanatkan oleh Pasal 143 ayat 2 sub b KUHAP,” tegasnya.
Dijelaskan anggota Asosuasi Advokat Indonesia DPC Bandung itu, dirinya sangat meragukan adanya itikad baik atau to gooder trew dari Penyidik, JPU maupun Pengacara terkait perkara Dana Hibah tersebut.
Selain itu, pihaknya berharap dalam kasus ini jangan asal diproses hukum atau sekedar memenuh formalitas perkara yang telah dilimpahkan ke sidang Tipikor Bandung padagal banyak kekurangan.
Bahkan, sangat diharapkan terdakwa Sekda Kabupaten Tasikmalaya mau buka mulut bahwa yang semua dilakukannya adalah perintah Bupati. Dan jika benar atas perintah Bupati, walaupun terdakwa mengakui ikut menikmati Dana Hibah, namun bisa jelas bahwa Bupati adalah aktor intelektualnya dalam perkara Dana Hibah ini.
“Jika terdakwa Sekda buka mulut, maka pengacara dan JPU ngomong gayung bersambut serta meminta pada Majelis Hakim agar Bupati dihadirkan dalam sidang berikutnya,” jelasnya.
Jika tidak begitu, bisa saja Bupati tidak hadir dalam persidangan dengan alasan yang sah dan mejelis hakim tidak bisa memerintahkan JPU untuk menghadirkan. Kalau Bupati dijadikan tersangka, lalu Bupati mengajukan praperadilan seperti dalam perkara mebeuler dan praperadilannya diterima hakim, sudah bisa dipastikan Bupati akan tetap bersiul merasa terbebas dari perkara.
Harun pun berharap dan menyarankan JPU dan pengacara untuk tegakan hukum dan keadilan dengan penuh tanggung jawabkepada Allah dan masyarakat terkait dana hibah. Padalnya yang dikorupsi tersebut Dana Hibah milik masyarakat dan harus diperuntukan kesejahteraan rakyat.
Selain itu masyarakat berdoa dan sangat mengharapkan Majelis Hakim menggali lebih dalam lagi dan menemukan kelalaian penyidik dan JPU dalam perkara tersebut. Kemudian menjatuhkan hukuman yang berat kepada para terdakwa yang telah menikmati uang rakyat.
“Karena masyarakat sudah pesimis, kami berharap kasus ini diambil alih oleh KPK penyidikannya yang diduga masih ratusan miliyar rupiah. Ini sudah take over mecanism. Sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang Undang No 30 tahun 2002 tentang KPK.
“Kami pesimis bila perkara Dana Hibah ini dirangani lagi oleh penyidik dan jaksa yang sama,” ungkapnya. (Ema Rohima)***