SINGAPARNA, (KAPOL).-Kondisi Pasar Singaparna memiliki tingkat kerawanan terbakar yang sangat tinggi. Hal itu dikarenakan hampir sebagian besar kios dan lapak pedagang yang berjualan di sana kini dalam kondisi yang memprihatinkan.
Padatnya kios ditambah jaringan sambungan listrik yang tidak tertata secara standar keamanan, makin menambah tingginya resiko percikan api.
Sayang, tingganya kerawanan ini tidak dibarengi dengan upaya pengamanan kebakaran yang memadai. Salah satunya ketersediaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) serta Hidran penyulai air yang sangat minim.
Dari penelusuran Kabar Priangan di kawasan Pasar Singaparna, dari sekitar 800 jumlah kios yang ada, tidak lebih dari 10 persen kios yang memiliki APAR. Itu pun kebanyakan sudah tidak berfungsi, sebab masa penggunaan APAR sudah berakhir pada tahun 2017 lalu.
Kondisi ini sangat disayangkan oleh para pedagang. Salah satunya, Imas Masriah (48) pedagang sayuran yang mengatakan, kondisi instalasi listrik yang semerawut dan tidak adanya APAR sudah terjadi lima tahun terakhir.
Banyak kios yang menambah sambungan listrik mereka tanpa mempertimbangkan resiko kosleting. Para pedagang pun sangat menyayangkan pengadaan APAR yang dibebankan kepada pedang atau pemilik kios. Padahal hal itu dinilai kewajiban dari UPT Pasar Singaparna atau Pemerintah Daerah.
“Seharusnya untuk menyediakan APAR jangan dibebankan kepada pedagang, sebab itukan sudah masuk fasilitas wajib di pasar. Kita pun sudah membayar retribusi tiap bulan,” ujar Imas, Minggu (28/7/2019).
Keluhan yang sama juga terlontar dari Utep (34) pedagang pakaian. Pada tahun 2016 dirinya, begitu juga pedagan lain, menerima surat edaran yang dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan agar setiap kios dilengkapi APAR.
Namun imbauan itu hanya dilaksanakan oleh sebagian pedagang. Hal itu karena terbenturnya biaya yang dimiliki oleh pedagang.
“Memang keberatan kalau dari pedagang, makanya paling dari 5 kios menyedian 1 APAR. Kita para pedagang sadar pasar rawan kebakaran, tapi itu (APAR) harusnya dari Pemerintah sebagai fasilitas,” ujar Utep.
Sementara itu, Kepala Satpol PP dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Tasikmalaya, Imam Ghozali mengatakan, tingkat rawan akan kejadian kebakaran di Pasar Singaparna cukup tinggi.
Hal ini lantaran fasilitas pemadam kebakaran baik berupa Alat Pemadam Api Ringan (APAR) maupun ketersediaan Hidran di areal pasar sangat minim.
Meskipun begitu, ia mengaku, pihaknya sudah melakukan langkah-langkah antisipasi jika musibah kebakaran itu terjadi. Langkah itu seperti mengeluarkan surat edaran kepada seluruh pedagang dan pemilik kios untuk melengkapi kiosnya dengan APAR.
“Surat edaran itu keluar berkat koordinasi dengan Disperindag, ditandatangani Pak Sekda waktu itu. Itu langkah-langkah yang sudah kami lakukan,” jelas Gojali.
Sayang imbauan itu, baru direspon oleh sekitar 10 persen pedagang saja. Rata-rata pedagang beralasan tidak memiliki biaya untuk membeli APAR. Dinas Perindustrian dan Perdagangan juga tidak menyediakan APAR karena tidak memiliki anggaran.
Jika dilihat dan diteliti dengan seksama, potensi kebakaran pasar bisa terjadi lantaran instalasi listrik yang terkesan semerawut dan tidak tertata. Gojali khawatir, terjadinya arus pendek listrik dan tidak adanya APAR serta Hidran membuat musibah kebakaran akan sulit dikendalikan.
“Coba liat saja, sambungan listrik ke sana ke mari tidak beraturan. Jadi kerawanan itu tinggi dan sayangnya fasilitas pemadamnya juga kurang,” ujar dia.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tasikmalaya Heri Sogiri mengakui Pasar Singaparna minim fasilitas pemadam kebakaran. Pihak UPTD pasar hanya mempunyai APAR kurang dari lima unit, itu pun sudah tidak berfungsi karena masa pakai kadaluarsa.
“Imbauan sudah kami disampaikan kepada pedagang, tapi ya responnya tidak ada karena merasa hingga saat ini aman-aman saja,” ujar Heri. (Aris Mohamad F)***