PAGERAGEUNG, (KAPOL).-Setelah 10 hari hilang, Anak Baru Gede (ABG), SM (17) akhirnya kembali pulang. Dia akhirnya pulang setelah keluarga bersama tim dari KPAID Kabupaten Tasikmalaya berupaya mencari. Bahkan, hilangnya SM dilaporkan ke Polres Tasikmalaya Kota dan terpublikasi di media-media baik cetak, televisi maupun online.
“Alhamdulillah, putri saya sudah pulang lagi setelah sepuluh hari hilang. Dia dibawa lari oleh temannya yang dikenal di media sosial,” kata ayah kandung dari SM, Endin Wahyidin (50) kepada “KAPOL” Sabtu (10/3/2018).
Menurutnya, selama 10 hari itu, anaknya mengaku pergi bersama teman yang dikenal di dunia maya. Di mana anaknya dibawa pergi muter-mutet tanpa tujuan diantaranya ke Bandung, Garut dan Kuningan.
Dia tidak menyangka anaknya sampai senekad itu, padahal kalau di rumah pendiam dan penurut. Namun sejak berkenalan dengan lelaki di media sosial, mendadak berubah sikapnya. Bahkan, sampai berontak dan nekad melarikan diri bersama lelaki dunia mayanya itu.
Meski kejadian itu membuat dirinya kesal dan marah, namun dia mengaku merasa senang anaknya telah kembali pulang, karena SM pulang dengan kondisi sehat. Akan tetapi anaknya terlihat shok dan ketakutan, karena tidak menyangka teman yang dikenal di medsos itu akan membawa lari.
Untuk itu, dirinya berharap laporannya waktu itu ke Polres Tasikmalaya Kota tetap diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu akan meminta pertanggungjawaban terhadap lelaki yang membawa kabur anaknya itu. Terlebih dengan kejadian tersebut membuat anaknya menjadi terganggu psikisnya, ungkapnya.
Ketidakharmonisan di Keluarga
Sementara itu, Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto membenarkan satu anak dari enam anak remaja perempuan yang hilang telah ditemukan lagi.
Dengan pulangnya SM, berarti dari 6 orang remaja perempuan yang hilang sudah 5 orang yang kembali pulang ke rumah. Dengan demikian tinggal satu orang remaja perempuan yang hingga saat ini belum pulang.Namun saat ini anak masih dalam kondisi trauma.
Hasil dari penelusuran, kejadian ini memang diawali dengan adanya ketidakharmonisan antara anak dengan orang tua dalam hal ini bapaknya, sebagaimana layaknya komunikasi antara bapak dengan anak. Karena sudah sejak lama ibunya tidak berada di rumah, yakni menjadi TKI di Timur Tengah.
Hal ini menjadikan anak menginginkan mencari kebebasan tersendiri dan akhirnya dia nekad kabur. Ini juga menjadi fakta, bahwa kondisi ini di mana anak nekad kabur didasari dengan latar belakang keluarga yang tidak utuh. Bahkan, hampir 95 persen kejadian itu diawali ketidakharmonisan di keluarga.
“Makanya ini menjadi PR besar bagi keluarga dan pihak terkait lainnya, bahwa perlu adanya komunikasi yang baik agar tidak menjadikan anak sebagai korban,” ungkapnya. (Ema Rohima)***